Siapa yang akan menyangka bahwa seorang Ciputra, Titiek Puspa dan mantan Menteri Negara BUMN Sugiharto, dulunya hidup sengsara dan kurang gizi. Namun kekurangan tersebut tidak menghalangi jalan mereka untuk bangkit dan sukses. Bagi mereka, untuk sukses tidak selalu harus dimulai dengan modal besar. Atau berasal dari keluarga mapan. Kesuksesan harus dikejar dengan keras keras, ketekunan, kreatifitas dan juga asas pantang menyerah saat menemui kegagalan.
Bagi Ciputra, perintis pengembang properti nasional sekaligus pembangun 20 kota satelit di seluruh Indonesia, pengalaman hidup susah sejak kecil adalah pemicu kesuksesannya. Ciputra yang lahir di Parigi, Sulawesi Tengah 77 tahun lalu, harus merasakan kerasnya hidup sejak usia 12 tahun, tanpa ayah. Sang ayah ditangkap tentara pendudukan Jepang dan akhirnya meninggal di penjara.
Sebagai bungsu dari 3 bersaudara, Ciputra kecil harus bergelut dengan berbagai pekerjaan untuk mencari uang membantu sang ibu yang berjualan kue. Ciputra yang mengaku sangat bandel dan nakal sejak kecil, juga harus berjalan kaki tanpa alas kaki sejauh 7 kilometer ke sekolah setiap hari. Kenakalan Ciputra terlihat dari sifatnya yang seenaknya sendiri. Saat disuruh belajar bahasa Belanda, Jepang atau China, dia malas. Dia hanya mau belajar bahasa yang dianggapnya akan berguna baginya, yaitu bahasa Indonesia. Akibatnya, saat usia 12 tahun dia masih di kelas 2 SD karena berkali-kali tinggal kelas.
Pasca ditinggal sang ayah, barulah Ciputra bangkit dan mau belajar giat hingga selalu menjadi nomor 1 di sekolah. Kegemilangan prestasi Ciputra terus berlanjut hingga mampu menamatkan kuliah di jurusan arsitektur ITB. Setelah lulus kuliah, jiwa wirausaha Ciputra mengantarkannya menjadi raksasa pengembang properti di tanah air lewat PT Pembangunan Jaya saat itu, dan akhirnya menjadi grup Ciputra. Dan hingga kini, berbagai bangunan properti yang menghiasi wajah Jakarta, tak bisa dilepaskan dari campur tangan seorang Ciputra.
Sedangkan Sugiharto, mewakili profil seorang yang sukses berkarir sebagai karyawan dari bawah. Sebagai anak keluarga perantauan berpenghasilan tidak tetap di Jakarta, Sugiharto kecil sudah merasakan kerasnya bekerja sejak sekolah di SD.
Hasrat Sugi yang sangat tinggi untuk terus sekolah, memacunya untuk bisa membiayai sendiri sekolahnya. Berbagai pekerjaan pernah dilakukannya sambil sekolah. Mulai dari pembantu rumah tangga, pengasong rokok klobot, tukang parkir hingga kuli angkut barang. Namun berbagai pekerjaan itu tak lantas membuat nilai pelajarannya di sekolah jelek. Sugi tetap mampu berprestasi bagus di sekolah. Pekerjaan dan sekolah dilakukannya bersamaan sama baiknya, hingga kuliah. Bahkan setamat kuliah, Sugi selalu mencari pekerjaan yang bisa dilakukannya sembali kuliah. Hingga akhirnya Sugiharto mampu menjadi CEO sebuah perusahaan minyak nasional dengan pajak penghasilan per tahun mencapai 2 milyaran! Dan karir puncaknya adalah menjadi menteri negara BUMN era Presiden SBY pada 2004 - 2007.
Sementara Titiek Puspa terlahir dengan nama Sudarwati, anak keempat dari 12 bersaudara di Kalimantan Selatan. Sebagai seorang gadis kecil yang sakit-sakitan, Titiek Puspa harus bersusah payah untuk sekolah. Jarak 6 km dari rumah ke sekolah, harus selalu ditempuhnya dengan nyeker setiap hari. Seringkali saat musim hujan tiba, Titiek kecil harus pasrah saat disuruh pulang oleh gurunya karena kasihan padanya. Hal yang justru membuatnya kesal, karena minatnya untuk sekolah sangat tinggi. Sekali waktu, rasa kesalnya memuncak. Saat hujan deras, Titiek berhujan-hujan dan marah-marah pada Tuhan. Bahkan berniat dan sempat melakukan usaha bunuh diri.
Namun justru peristiwa itulah yang kemudian menjadi titik balik kehidupannya. Titiek Puspa bisa bangkit dari seorang gadis kecil ringkih penyakit, menjadi seniwati sukses 3 orde dan melalui masa pemerintahan 6 presiden RI. Sebagai seorang penyanyi, pencipta lagu, bintang film, sinetron dan iklan, serta seorang koreografer. Seperti apa kisah lengkap mereka bertiga? Saksikan di Kick Andy episode minggu ini.
Bagi Ciputra, perintis pengembang properti nasional sekaligus pembangun 20 kota satelit di seluruh Indonesia, pengalaman hidup susah sejak kecil adalah pemicu kesuksesannya. Ciputra yang lahir di Parigi, Sulawesi Tengah 77 tahun lalu, harus merasakan kerasnya hidup sejak usia 12 tahun, tanpa ayah. Sang ayah ditangkap tentara pendudukan Jepang dan akhirnya meninggal di penjara.
Sebagai bungsu dari 3 bersaudara, Ciputra kecil harus bergelut dengan berbagai pekerjaan untuk mencari uang membantu sang ibu yang berjualan kue. Ciputra yang mengaku sangat bandel dan nakal sejak kecil, juga harus berjalan kaki tanpa alas kaki sejauh 7 kilometer ke sekolah setiap hari. Kenakalan Ciputra terlihat dari sifatnya yang seenaknya sendiri. Saat disuruh belajar bahasa Belanda, Jepang atau China, dia malas. Dia hanya mau belajar bahasa yang dianggapnya akan berguna baginya, yaitu bahasa Indonesia. Akibatnya, saat usia 12 tahun dia masih di kelas 2 SD karena berkali-kali tinggal kelas.
Pasca ditinggal sang ayah, barulah Ciputra bangkit dan mau belajar giat hingga selalu menjadi nomor 1 di sekolah. Kegemilangan prestasi Ciputra terus berlanjut hingga mampu menamatkan kuliah di jurusan arsitektur ITB. Setelah lulus kuliah, jiwa wirausaha Ciputra mengantarkannya menjadi raksasa pengembang properti di tanah air lewat PT Pembangunan Jaya saat itu, dan akhirnya menjadi grup Ciputra. Dan hingga kini, berbagai bangunan properti yang menghiasi wajah Jakarta, tak bisa dilepaskan dari campur tangan seorang Ciputra.
Sedangkan Sugiharto, mewakili profil seorang yang sukses berkarir sebagai karyawan dari bawah. Sebagai anak keluarga perantauan berpenghasilan tidak tetap di Jakarta, Sugiharto kecil sudah merasakan kerasnya bekerja sejak sekolah di SD.
Hasrat Sugi yang sangat tinggi untuk terus sekolah, memacunya untuk bisa membiayai sendiri sekolahnya. Berbagai pekerjaan pernah dilakukannya sambil sekolah. Mulai dari pembantu rumah tangga, pengasong rokok klobot, tukang parkir hingga kuli angkut barang. Namun berbagai pekerjaan itu tak lantas membuat nilai pelajarannya di sekolah jelek. Sugi tetap mampu berprestasi bagus di sekolah. Pekerjaan dan sekolah dilakukannya bersamaan sama baiknya, hingga kuliah. Bahkan setamat kuliah, Sugi selalu mencari pekerjaan yang bisa dilakukannya sembali kuliah. Hingga akhirnya Sugiharto mampu menjadi CEO sebuah perusahaan minyak nasional dengan pajak penghasilan per tahun mencapai 2 milyaran! Dan karir puncaknya adalah menjadi menteri negara BUMN era Presiden SBY pada 2004 - 2007.
Sementara Titiek Puspa terlahir dengan nama Sudarwati, anak keempat dari 12 bersaudara di Kalimantan Selatan. Sebagai seorang gadis kecil yang sakit-sakitan, Titiek Puspa harus bersusah payah untuk sekolah. Jarak 6 km dari rumah ke sekolah, harus selalu ditempuhnya dengan nyeker setiap hari. Seringkali saat musim hujan tiba, Titiek kecil harus pasrah saat disuruh pulang oleh gurunya karena kasihan padanya. Hal yang justru membuatnya kesal, karena minatnya untuk sekolah sangat tinggi. Sekali waktu, rasa kesalnya memuncak. Saat hujan deras, Titiek berhujan-hujan dan marah-marah pada Tuhan. Bahkan berniat dan sempat melakukan usaha bunuh diri.
Namun justru peristiwa itulah yang kemudian menjadi titik balik kehidupannya. Titiek Puspa bisa bangkit dari seorang gadis kecil ringkih penyakit, menjadi seniwati sukses 3 orde dan melalui masa pemerintahan 6 presiden RI. Sebagai seorang penyanyi, pencipta lagu, bintang film, sinetron dan iklan, serta seorang koreografer. Seperti apa kisah lengkap mereka bertiga? Saksikan di Kick Andy episode minggu ini.
Jumat, 24 Oktober 2008 21:30:00 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar